Jumat, 21 Agustus 2009

Siapa Sesamaku? (Lukas 10:25-37)

Tujuan:
Umat Tuhan memahami panggilannya sebagai orang percaya yang diberi sesama untuk dikasihi sebagai refleksi dari mengasihi Tuhan Allah.
Pengantar
Cerita ini memberikan suatu gambaran lengkap mengenai pemuridan Kristen dalam istilah kasih kepada sesama dan kasih kepada Tuhan. Keduanya digabungkan untuk melukiskan jalan kepada kehidupan kekal yang diberikan dalam jawaban ahli Taurat.
Ketika ia menjawab dengan pertanyaan mengenai kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama, ahli Tarurat mengutip doa Ibrani (Ulangan 6:4-5) menghubungkan ucapan dari Imamat 19:18. Gabungan ini jelas aslinya dari Yesus, yang digunakan oleh ahli Taurat ketika Yesus balik bertanya kepadanya. Untuk membenarkan diri ia membangkitkan perdebatan mengenai siapa sebenarnya sesama itu.
Cerita mengenai orang Samaria yang baik hari, dalam perumpamaan ini, untuk menentang suatu pola pikir yang salah tetapi diterima, sehingga nilai-nilai dari kerajaan Allah dapat masuk ke dalam sistem yang ketat. Hal ini dilakukan dengan menunjukkan seorang Samaria, anggota dari kelompok yang dihina, dicemooh, dan direndahkan oleh orang-orang Yahudi, melakukan perlayanan kasih yang dihindari oleh para pemimpin agama Yahudi. Ini mengejutkan dan bagi banyak orang Yahudi tidak dapat menerimanya.
Cerita ini begitu diterima seperti apa adanya juga memberikan suatu contoh yang hidup mengenai pemenuhan perintah mengasihi. Pertanyaan ahli Taurat meliputi orang yang bukan sesamaku. Cerita Yesus menjawab bahwa tidak ada orang yang bukan sesamanya. Sesama bukanlah soal darah, atau kebangsaan, atau persekutuan keagamaan, tetapi ditentukan oleh sikap yang dimiliki seseorang terhadap orang lain.
Imam dan orang Lewi tahu benar mengenai perintah Allah, dan seperti ahli Taurat pasti dapat menafsirkannya bagi orang lain. Tetapi mereka tidak memberlakukan dalam kehidupan nyata (terhadap korban perampokan), sementara orang Samaria dapat melaksanakan kasih dalam wujud perhatian dan pertolongan tanpa melihat latar belakang dari korban tersebut.
Pertanyaan
1.Mengapa ahli Taurat mencobai Tuhan Yesus? Apakah kita juga pernah melakukannya, mencobai Tuhan Allah, dalam hal apa?
2.Kriteria apa yang kita anggap sebagai sesama kita? Dan mengapa seperti itu?
3.Kita sebagai pribadi atau persekutuan bisa menempatkan diri di mana? Sebagai imam, orang Lewi, atau orang Samaria?
4.Apa hubungan antara mengasihi sesama dengan hidup kekal?

Tidak ada komentar: