Minggu, 14 Desember 2008

Pohon Natal

Pohon Natal atau disebut juga pohon terang, masih berdiri kokoh dalam rumah-rumah ibadah, mal-mal atau super market, kantor-kantor, di sudut-sudut jalan dan rumah-rumah pribadi. Suasana Natal yang sebenarnya sudah lewat, masih terasa hangat dan demamnya, antara lain dalam pohon-pohon Natal yang masih berkelap-kelip di mana-mana itu.

Ada baiknya pohon Natal yang sudah menjadi sangat terbiasa kita saksikan setiap bulan Desember bahkan sebagian sudah mulai dipasang di bulan November dan baru disimpan lagi di bulan Januari. Kita renungkan arti dan maknanya dengan sedikit menengok kembali ke belakang, sejak tradisi memasang pohon Natal pada perayaan-perayaan Natal, dimulai.

Umumnya diyakini bahwa pohon Natal pertama kali muncul di Jerman. Kebiasaan memasang pohon Natal dimulai oleh Boniface, misionaris Inggris ke Jerman pada abad ke-8. Diceritakan bahwa Boniface menggantikan pohon-pohon oak yang dipersembahkan kepada dewa Odin dengan pohon cemara yang berhiaskan kebesaran bayi Yesus Kristus. Kemudian Marthen Luther memperkenalkan "lampu" Natal berupa lilin-lilin pada pohon cemara tersebut.

Konon Pangeran Albert yang menikah dengan Ratu Victoria dari Inggris, memperkenalkan kebiasaan tersebut ke Inggris dan imigran Jerman memperkenalkan tradisi tersebut ke Amerika dan meluas ke seluruh dunia.

Makna
Tradisi pohon Natal ini punya makna bahwa Yesus Kristus yang disebut dalam Lukas 1: 78 sebagai "Surya Pagi" dan Yohanes 8:12 sebagai "Terang Dunia", kelahirannya datang membawa terang bagi dunia ini. Menurut tradisi, pilihan merayakan Natal 25 Desember, bersangkut-paut pula dengan Yesus Kristus sebagai Terang Dunia.

Sebagaimana yang kita ketahui dari sejarah, manusia di Timur Tengah, khususnya di Mesir, sebelum datangnya agama samawi, sudah memuja matahari sebagai dewa utama. Penyembahan terhadap dewa matahari di Mesir dan Persia umumnya dilaksanakan pada musim dingin di bulan Desember, ketika matahari dalam jarak paling jauh dari katulistiwa.

Di Eropa Selatan maupun Eropa Utara perayaan yang sama dilakukan dalam masyarakat pra-Kristen, untuk membujuk dewa-dewa matahari, mengembalikan matahari yang "bersembunyi" selama musim dingin. Dalam masyarakat Romawi kuno, pesta Saturnalia dikenal sebagai perayaan untuk menghormati dewa Saturnus, dewa pertanian. Musim dingin merupakan ancaman dari sang dewa yang kalau terus menyimpan matahari, akan membuat tumbuhan tak bisa tumbuh lagi di musim semi.

Di Eropa Utara, pertengahan bulan Desember merupakan masa yang sangat kritis. Siang hari menjadi semakin pendek. Matahari semakin melemah dan menjauh. Masyarakat membuat api unggun untuk membuat dewa musim dingin yang seolah mati mendapat kekuatannya dan membawanya kembali kepada kehidupan.

Gagasan pokok dalam festival-festival di sekitar bulan Desember tersebut adalah kembalinya terang setelah bersembunyi begitu lama selama musim dingin. Itu sebabnya dengan mudah gereja-gereja bersepakat memilih tanggal 25 Desember sebagai perayaan kelahiran Yesus Kristus, sang Terang Dunia, yang lahir untuk memberikan harapan baru bagi kehidupan di dunia. Tahun 440 bapa-bapa gereja memutuskan bahwa tanggal 25 Desember, yang merupakan tanggal pesta Solis dan Saturnalia, walaupun sedikit bergeser, karena pesta Solis dan pesta Saturnalia biasanya dirayakan tanggal 21 Desember.

Di Indonesia dan di seluruh dunia, gereja telah memilih dan menetapkan tanggal 25 Desember sebagai hari Natal, kelahiran Tuhan Yesus, sang Terang Dunia. Pilihan tanggal tersebut di Eropa sangat tepat dan sejalan dengan tradisi masyarakat pra-Kristen, sehingga dengan mudah mereka melakukan transformasi perayaan tradisi lama itu dengan isi dan makna kelahiran Yesus Kristus sebagai terang dunia, sang pemberi kehidupan baru.

Pohon Natal adalah pohon pengharapan akan masa depan yang tak akan pernah pudar. Tradisi itu telah lama melekat dalam hati setiap orang, bukan hanya orang-orang Kristen tetapi juga sahabat-sahabat yang bukan Kristiani. Memang ada juga sisi negatif dari tradisi itu yaitu pengrusakan lingkungan karena "pembantian" dan "pengkerdilan" banyak pohon cemara sebagai "pohon Terang". Bahkan pohon plastik atau kertaspun tak sedikit turut mengotori lingkungan kita.

Sudah sejak tahun 1992 saya tidak memasang pohon Natal di rumah karena alasan kepedulian pada lingkungan. Tahun 2003 saya membeli lagi pohon Natal tiruan karena desakan putri saya yang berusia 4 tahun. Saya merenungkan ulang makna memasang pohon itu di rumah dan memutuskan untuk membelinya kembali serta memasangnya di rumah. Pohon Natal itu ternyata membawa suka-cita kepada putri saya. Apakah saya mengingkari atau mengkhianati komitmen saya? Tidak!

Artifisial
Pohon artifisial tersebut akan kami simpan selama mungkin supaya dapat "reuse" sebagai salah satu prinsip hidup peduli lingkungan, sampai putri kami dewasa. Tetapi semakin saya renungkan, semakin sadar pula saya bahwa tradisi pohon Natal itu sudah menjadi salah satu napas dari perayaan Natal karena Yesus Kristus sang Terang Dunia yang dimaknainya.

Di waktu kecil, saya selalu menantikan saat-saat ketika kebahagiaan Natal dibagi kepada anak-anak dari pohon Natal, berupa ketupat. Di kampung saya di Kalumpang, Mamuju, Sulawesi Selatan, ada tradisi memberi "buah" pada pohon Natal di gereja berupa ketupat yang digantungkan oleh para orangtua (umumnya kaum ibu) sebelum ibadah Natal dimulai. Setelah ibadah Natal usai, anak-anak akan mendapatkan ketupat Natal yang dipetik dari pohon Natal itu. Ketupat itu adalah simbol kehidupan yang dibagikan untuk kebahagiaan anak-anak.

Di kota-kota besar, pembagian hadiah-hadiah yang diletakkan di pohon Natal merupakan saat yang paling membahagiakan anak-anak.

Memang pohon Natal adalah pohon pengharapan, pohon yang seharusnya membawa kebahagiaan bagi anak-anak dan bagi siapa saja. Sebab pohon Natal merupakan simbol dari Yesus Kristus sendiri, Terang Dunia dan Sumber Kehidupan Baru dan Abadi. Jutaan orang Kristen dari abad ke abad telah mendapatkan kegembiraan dan suka-cita hidup melalui pohon Natal. Ribuan pasangan yang berselisih merayakan saat-saat rujuk di bawah pohon Natal. Ribuan orang yang mengalami keresahan hidup, perselisihan, kekecewaan dan macam-macam pergumulan lainnya, mendapatkan pemulihannya di bawah pohon Natal, simbol dari Sang Terang Dunia, penyembuh dan pemulih sejati.

Biarlah pohon Natal terus berdiri dan membagi semaraknya seperti Tuhan Yesus Kristus yang disimbolkannya

Tidak ada komentar: