Jumat, 26 Juni 2009

Pembekalan Khotbah melalui Penafsiran Alkitab

Seorang Sintua yang bekerja di ladang Tuhan terpanggil untuk memberitakan Firman-Nya. Seorang Sintua memiliki kemampuan sebagai penafsir Alkitab. Namun perlu diketahui bahwa dalam penafsiran, bukan berarti sesuka hati untuk menyampaikannya dengan memakai dunia alam pikiran manusia. Sebelum berkhotbah kita memerlukan persiapan lebih dahulu diantaranya bahan yang akan kita sajikan atau khotbahkan. Keyakinan gereja protestan bahwa setia orang Kristen berhak membaca dan menafsirkan Alkitab. Namun perlu diperhatikan bahwa seorang penafsir yang baik memperoleh persiapan atau pembekalan yang memadai. Oleh karena itulah penafsir lebih dahulu mempelajari mengenai muatan-muatan yang ada dalam Alkitab, baik itu pengetahuan tentang isi Alkitab, pengetahuan tentang sejarah, adat-istiadat dan kehidupan sosial/politik dan ekonomi yang juga perlu diperhatikan dalam Alkitab, dll.

Dalam penafsiran Alkitab, tidak terlepas dari isi kandungan yang sebenarnya dalam Alkitab. Oleh karena itu dalam menafsirkan Alkitab hendaknya dilakukan secara “Eksegese” yaitu menafsirkan atau mengartikan salah satu teks Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dan mengeluarkannya dengan berdasarkan jawaban Firman Tuhan, bukan secara “Eisegese” yaitu memaksakan untuk menemukan dalam Alkitab yang menurut pendapatnya harus ditemukan dan pemecahan masalah yang diajukan harus sama dengan apa yang ditetapkan lebih dahulu (lebih menekankan pendapat atau pemikirannya dan memasukkannya ke dalam, lalu mengeluarkan apa yang dalulu dimasukkanya atau dapat dikatakan orang tidak lagi menerima apa yang difirmankan Kitab Suci, tetapi sudah menggali kembali apa yang dia sendiri memasukkan dahulu).

Seorang penafsir memiliki wawasan yang luas dimana mampu untuk menganalisa Firman Tuhan, setelah membaca isi dari Firman Tuhan kemudian merenungkannya serta memahami maksud dari setiap nats Alkitab. Dalam menafsirkan Alkitab sangat penting buku-buku pendukung sebagai bahan perbandingan maupun membuka cakrawala pemikiran kita, seperti buku-buku tafsir, Impola jamita/Bina Warga, maupun buku-buku pedoman lainnya. Demikian juga seorang penafsir mampu untuk mengimplementasikan atau merefleksikan Firman ke dalam kehidupan jemaat sehingga muatan dalam khotbah “Firman menjadi Daging atau marpanghorhon tu pargoluan ni ruas ni huria” (melekat dan adanya satu kesatuan yang utuh bukan sekedar teori atau didengarkan)”.

Prinsip dan metode penafsiran Alkitab

Dalam penafsiran beberapa hal yang penting untuk diperhatikan, yaitu:

1. Mengerti maksud dan tujuan yang diucapkan/disampaikan lama penyampaian

2. Bagaimana suatu pemikiran itu disampaikan/konsep/gagasan dari suatu pemikiran (apa yang diharapkan; orang mengetahui dari apa yang disampaikan)

3.Seorang penafsir harus menyadari konteks sejarah dari pengucapan yang mungkin dilatarbelakangi dari aliran-aliran yang ada pada masa itu.

Suatu hal yang penting dalam proses berteologi kontekstual, penafsiran perlu memperhatikan metode, yaitu:1. Metode eksplikasi/eksegese, yaitu: suatu pembelajaran dan permenungan terhadap teks. 2. Metode Implikasi, yaitu: suatu pembelajaran dan permenungan terhadap realitas masa kini. 3. Metode komunikasi, yaitu: suatu pembelajaran dan permenungan terhadap interaksi sosial, baik personal maupun komunal.

D.L. Baker mengemukakan ada 4 tahap dalam menafsirkan Alkitab, yaitu:

1. Seorang penafsir harus melakukan usaha untuk mendapatkan kepastian tentang isi nats yang ditafsirkan. 2. Seorang penafsir harus memahami latarbelakang sejarah, bentuk sastra dari teks yang ditafsirkan. 3. Seorang penafsir mampu menerangkan maksud penulisan dari para penulis dan makna isi teks bagi pendengar. 4. seorang penafsir harus menghubungkan nats dalam konteksnya secara menyeluruh serta memperhatikan makna tersebut bagi umat masa kini.

Dalam penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penafsiran Alkitab penting untuk kita lakukan sebelum melakukan khotbah, dan inilah menjadi dasar kita untuk mengetahui teologia yang terkandung dalam Alkitab. Namun dalam penafsiran Alkitab beberapa hal yang menjadi pokok penting langkah untuk melakukan penafsiran Alkitab, yaitu:

1. Teks Alkitab yang akan dikhotbahkan, baik dalam satu ayat maupun beberapa ayat, penting terlebih dahulu kita pahami dan renungkan makna atau maksud dari teks tersebut. Membaca berulangkali teks tersebut hingga memperoleh pemahaman atau pengertian yang terdapat dalam teks.

2. Mempelajari teks tersebut dengan mengetahui latar belakang teks, baik dari sumber-sumber yang ada dan waktunya. Demikian juga penting diketahui konteks atau situasi yang terjadi (sosial, politik, agama/kepercayaan, ekonomi, budaya, dan perkembangan pengetahuan, dll).

3. Dalam penafsiran penting diperhatikan bahwa dalam pembahasan teks tersebut yang menjadi kata kunci atau penekanan dan pokok pikiran pada setiap kalimat, paragraf atau baitnya. Kata kunci tersebut akan dibangun setelah makna atau maksud dan tujuannya dapat diketahui.

4. Mulailah untuk menganalisa dengan penafsiran baik secara teologis, tipologi, alegoris maupun penafsiran antropologis. Penafsir perlu diperhatikan bahwa nats tersebut apakah berupa perumpamaan, puisi atau syair.

5. Dalam penafsiran bukanlah memasukkan apa yang menjadi kita katakan/pemikiran /sampaikan tetapi penafsiran itu keluar dari apa yang ada dalam Firman yang ada dalam teks. Dalam penafsiran penting kita ketahui bahwa dasar penafsiran itu adalah Firman Tuhan.

6. Penafsiran Alkitab perlu juga diperhatikan ayat demi ayat, perlu sekali ditunjukkan hubungan yang logis di antara ayat masing-masing, agar terang jalan pikiran dan paparan pengarang. Istilah-istilah pokok, yang memainkan peranan yang penting dalam keseluruhan nats, baiklah diselidiki secara khusus.

7. Tafsiran Alkitab penting dilakukan dengan perenungan terhadap nats dan menganalisa keadaan yang ada pada saat sekarang ini. Dalam setiap kata-kata dati nats memiliki makna dan arti yang juga dapat menjadi bahan untuk dikembangkan dan diaplikasikan pada konteks sekarang.

8. Dalam tafsiran penting diperhatikan ayat-ayat yang sejajar dalam nats tersebut. Sehingga tafsiran dapat berkembang dan menjadi bahan perbandingan dan membangun /mengembangkan makna serta memperkuat pernyataan dari isi dalam tafsiran kita.

Dengan demikian tafsiran Alkitab tidak terlepas dari makna yang sesungguhnya dari Alkitab. Hanya saja penafsir membangun dan berefleksi terhadap nats Alkitab. Sehingga pekerjaan kita untuk menafsirkan Alkitab hendaknya dalam Alkitab sebagai dasar berpikir bukan dari buah pikir manusia yang dimasukkan. Tafsiran membantu kita untuk memahami lebih dalam isi dari Alkitab baik maksud dari penyampaiannya. Menafsirkan Alkitab bukan berarti kita menganggap kita memiliki kuasa untuk merombak atau tidak setuju terhadap nats Alkitab yang telah ada. Tetapi dalam tafsiran Alkitab Roh Kudus menolong kita untuk menunjukkan maksud dan tujuan dari perkataan Firman. Sehingga tafsiran itu berdasar pada kehendak Tuhan dan semuanya itu bersumber dari Alkitab bukan diri pribadi manusia. (Pembekalan Khusus Candidat Sintua, Sabtu - 3 Mei 2008)

Tidak ada komentar: